Header Ads

Breaking News

Putri Loke Nggerang, Kerap Muncul


LIPA BATE MOSE.COM - JARAK dari Kota Ruteng ke Kampung Todo, pusat Kerajaan Manggarai di Kecamatan Satarmese Utara kurang lebih 45 kilometer. Kondisi jalan aspal sudah termakan usia sehingga butuh waktu satu setengah jam untuk mencapai kampung itu dengan kendaraan roda empat, Selasa (19/4/2016).
Sekitar 300-an meter menjelang Kampung Todo, sudah terlihat atap rumah kerucut berbahan ijuk. Empat unit rumah adat (niang) berjejer dengan view laut Selatan Flores yang menawan. Kampung ini makin eksotik karena berada dalam pelukan alam pegunungan Mandosawu. Di rumah adat itulah tersimpan Loke Nggerang, gendang dari bahan kulit perut dan punggung seorang wanita cantik.
Titus Jegadut, pengelola situs Niang Todo sekaligus pemungut retribusi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai bercerita lanjut tentang Loke Nggerang, legenda yang menyiratkan spirit perempuan Flores (NTT) menerobos budaya patriaki.
Cerita Titus membuat penasaran. Namun, dia enggan memperlihatkan gendang itu karena syaratnya harus melalui ritual adat yang butuh biaya tak sedikit.
Seremoni adat minimal pakai ayam berbulu putih atau merah, kambing bahkan kerbau disembelih. Seremoni adat itu harus dihadiri para tua adat dan warga lain. Hakekat seremoni ini supaya orang yang melihat Loke Nggerang tidak mengalami musibah sekembalinya dari Kampung Todo.
"Kalau dilanggar, tamu bisa celaka dan macam-macam kejadian ketika kembali dari Todo. Kalau ada wanita sedang hamil, boleh saja melihat gendang itu tapi tergantung kesiapan hati. Kalau tidak yakin, sebaiknya tak usah," kata Titus.
Titus menjelaskan, Loke Nggerang disimpan di Kampung Todo atas kesepakatan bersama Raja Todo, Raja Goa dan Raja Bima yang berkuasa pada zamannya. Ketiga raja itulah yang memperebutkan sang putri Loke Nggerang untuk menjadi permaisuri namun Loke Nggerang lebih memilih mati.
Simpan gendang di Todo dengan tujuan agar KerajaanTodo menjadi pemersatu dan pusat kebudayaan Manggarai. Loke Nggerang, gendang induk dari semua gendang di Manggarai pun tidak ditabuh sembarangan seperti gendang umumnya untuk seremoni adat. Titus tidak punya informasi valid sejak kapan gendang itu disimpan di rumah adat Todo.
Menurut penuturan orang-orang tua, kata Titus, ketika Niang Todo berdiri tahun 1111, Loke Nggerang sudah menghuni rumah adat yang kala itu berbentuk rumah gadang. "Sebelum ada niang, rumah tinggal Raja Todo berupa rumah gadang Minangkabau. Nenek moyang orang Todo berasal dari Minangkabau di Pulau Sumatera. Faktanya ada jangkar kapal yang dipakai nenek moyang dari Minangkabau berlayar sampai di Manggarai," kata Titus.
Setiap tahun, kata Titus, pada perayaan penti (pesta tahun baru masyarakat Manggarai, Red), semua barang adat peninggalan leluhur termasuk Loke Nggerang dikeluarkan dari rumah adat untuk dimandikan dengan darah ayam. Titus yang mengelola situs sejak 11 tahun lalu menjelaskan, Loke Nggerang berwarna coklat, berdiameter 30-an cm. Panjang kayu 30-40 cm yang telah berwarna kecoklatan. Namun, dia tidak tahu jenis kayu yang digunakan. Bentuk lubang tidak seperti lubang gendang lain. Mirip lesung, tak punya lubang di ujung lainnya. Pengait kulit gendang berasal dari tali hutan, juga tak diketahui namanya.
Siapa yang merancang Loke Nggerang? Titus tidak tahu asal-usulnya. Ia mengaku tak pernah tanya pada para tetua adat di kampung, meski referensi lain menyatakan gendang itu dirancang Awang, ayah tiri putri cantik Loke Nggerang. Ketika sang putri meninggal dunia karena bulatan emas di punggungnya dicongkel Awang, kulit perut dan punggung dijadikan dua gedang. Yang satu menggunakan kulit punggung dibawa ke Bima dan satu gendang lagi menggunakan kulit perut disimpan di Todo.
Titus mengatakan, kini Loke Ngerang disimpan dalam peti kaca berukuran sekitar 1x1 meter persegi bersama dengan samurai. Samurai itu diyakini dulu dipakai untuk membunuh gadis cantik itu. Peti kaca itu ada di niang induk yang dulu menjadi tempat tinggal Raja Todo. Rumah induk beratap ijuk, berbentuk kerucut di puncaknya terdapat tanduk kerbau. Seluruh bangunan menggunakan kayu. Sudah beberapa tahun, Niang Todo tak dihuni. Pintu niang dibuka kalau ada seremoni adat untuk melihat Loke Nggerang.
Titus mengakui, sejak dia lahir sampai usianya kini 50 tahun, belum sekalipun dia menyaksikan dan mendengar Loke Ngerang ditabuhkan. Ia pun tak mengalami penampakan Loke Nggerangyang konon saban hari dilihat warga lain di kampung tersebut.
Menurut cerita yang turun-temurun, ketika gendang itu dipukul bunyinya nyaring terdengar sampai ke Bima dan di Goa. Pertanda bagi mereka di sana bahwa di Todo sedang berlangsung acara besar. Seterusnya hingga kini, Loke Nggerangdikeluarkan dengan seremoni untuk diperlihatkan saja.
"Jangankan dipukul, pegang saja susah. Ada wisatawan Eropa yang pegang gendang ini, tangannya luka. Pater Stanis pernah tugas di Manggarai, dengan seremoni ambil kulit (gendang) diteliti di Polandia, membuktikan apakah kulit manusia atau bukan.Ternyata benar kulit manusia," ujar Titus.
Loke Ngerang yang berkulit putih, berparas sangat cantik, menurut cerita orang Todo, dalam waktu tertentu menampakkan wujud aslinya di rumah adat induk. Kemunculan seperti itu dipercaya warga setempat karena asal-usulnya dari dunia lain. "Itu pun tidak setiap saat bisa melihat. Tidak juga harus ada upacara baru muncul atau ada tanda-tanda tertentu di kampung," kata Titus.
Kisah lainnya, kata Titus, pada tahun 2014, Niang Todo dikunjungi kepala BPKP NTT dan rombongan. Mereka memotret Watu Todo (salah satu peninggalan) berulangkali, tapi tak menghasilkan gambar. "Kalau tidak yakin,saya bilang sampai tujuh turunan, tidak bisa foto. Dia sampai keringat. Dia kecewa minta saya yang foto. Saya foto jadi," kata Titus.
Suatu ketika didahului seremoni adat, Loke Nggerangdiperlihatkan kepada tamu asing. Dengan kamera ponsel, Titus memotret gendang itu dan hendak dimasukkan ke media sosial, facebook. Ternyata jepretannya tak menghasilkan gambar apapun. Ia putuskan tidak memotret lagi.

Sumber: http://kupang.tribunnews.com/2016/04/22/putri-cantik-kerapkali-muncul-di-niang-todo?page=all

No comments